Sabtu, 30 April 2011

PEDOMAN PENGGUNAAN INJEKSI YANG AMAN


PEDOMAN PENGGUNAAN INJEKSI YANG AMAN

 Max J. Herman, Sriana Azis
Puslitbang Farmasi, Badan Litbang Kesehatan

ABSTRACT

Injection are very important for many medications and for immunization. In many health centres in the world a patient treatment often consist of administering an injection and prescribing several pills. Health workers are confronted with patients who prefer injection to oral medication. The economic factor may also increase, because the health personel can demand a higher fee for administering injections than for prescribing tablets.
Recent surveys have shown that a very hight percentage of injection are unsafe. Unsafe injections can result in the transmission from one patient to another of such injection complications as HIV/AIDS, hepatitis B, malaria and dengue. The community is at risk when used injection equipment is carelessly disposed of and because of is commercial value, retrieved, resold and reused.
WHO and UNICEF are working together in a determined commitment to raise awareness of the importance of injection safety, WHO and UNICEF have launched numerous activities to improve the safety of injection including the introduction of new technologies and research on the cultural and sosial factors which have led to an increasing demand for injection.
The solution requires the health workers to be involved themselves in efforts to reduce the number of injection administered.








PENDAHULUAN


Pengobatan secara injeksi sangat diperlukan untuk obat-obat tertentu dan imunisasi. Dari hasil pengamatan WHO ternyata injeksi diberikan secara luas, penggunaannya berlebihan dan disalahgunakan (1).
Di sebagian puskesmas di dunia banyak diberikan obat secara suntik dan oral. Hal tersebut dilakukan karena pasien lebih merasa cepat sembuh bila diberi suntikan dibanding pemberian secara oral.
Dari hasil pengamatan WHO ternyata pemberian suntikan immunisasi 30% tidak aman dan suntikan ahal 50% tidak aman. Pemberian pengobatan secara suntik dapat mengakibatkan (1)

1.      Biaya pengobatan menjadi lebih mahal
2.      Efek samping lebih parah dibandingkan tablet
3.      Jarum suntik yang dipakai berulang-ulang dan tidak steril  dapat menularkan penyakit (hepatitis B, HIV, malaria, demam berdarah) dan menimbulkan infeksi
4.      Jarum suntik yang dibuang sembarangan dapat membahayakan lingkungan. Oleh karena  harus ada tehnologi dan biaya pemusnahan jarum suntik
5.      Pemberian tunsikan pada anak kecil beresiko merangsang timbulnya kelumpuhan (95%) pada penyakit polio

Berdasarkan hal tersebut WHO dan UNICEF bekerjasama untuk menetapkan perjanjian untuk meningaktkan kesadaran akan manfaat keamanan injeksi WHO dan UNICEF menerbitkan bekerja aktivitas untuk meningkatkan keamanan injeksi, termasuk memperkenalkan tehnologi sterilisasi alat suntik dan reset pada sosial dan budaya akan meningkatkan penggunaan injeksi.
Pekerja kesehatan dapat membantu untuk mendorong penurunan penggunaan injeksi oleh pasien. Dengan cara menjelaskan efek samping pemberian injeksi.
Paparan ini menjelaskan tentang injeksi dan keamanan injeksi yang berlebihan, pemilihan alat injeksi, persiapan pemberian injeksi.




INJEKSI DAN KEAMANAN


Pengobatan secara injeksi banyak digemari oleh pasien di seluruh dunia. Para pasien merasa bahwa bila diberi injeksi penyakitnya akan lebih cepat sembuh dibandingkan dengan pemberian pil. Harga 1 ampul injeksi diperkirakan setara dengan 10 pil sejenis dengan dosis yang sama. Disamping itu penggunaan alat suntik yang tidak steril dan digunakan bergantian dapat menimbulkan abses, penularan penyakit (hepatitis B, HIV dll.), injeksi pada anak berpenyakit polio dapat menimbulkan kelumpuhan.
Dari hasil pengamatan WHO di negara-negara yang sedang berkembang ternyata di Ekuador 51% pasien lebih senang disuntik, di Uganda berkisar antara 60-70% dan di Indonesia berkisar antara 70-90% (1).
Meskipun dari hasil penelitian pemberian suntikan dinyatakan kurang aman, tetapi masih merupakan alat vital untuk immunisasi measles 2,2 milyar anak berumur di bawah 15 tahun, 220 juta perempuan untuk mencegah tetanus neonatal dan 50 juta injeksi KB (1)(2).

Cara merubah kebiasaan disuntik sangat suka

Seringkali pekerja kesehatan sukar untuk menolak permintaan pasien untuk diinjeksi. Demikian juga pasien sukar untuk merubah kebiasaannya meskipun sudah dijelaskan tentang efek samping injeksi.
Pekerja kesehatan cenderung memberikan suntikan atas permintaan pasien, karena dapat meningkatkan jumlah pasien meskipun biayanya lebih mahal.
Dari hasil penelitian WHO/UNICEF ternyata pekerja kesehatan lebih sering memberi injeksi yang sebenarnya tidak perlu. Sebenarnya penyakitnya dapat diberi obat per oral selain lebih aman, efektif dan lebih murah 1).

Injeksi di Puskesmas

Para pekerja kesehatan di Puskesmas memberikan injeksi disebabkan permintaan pasien. Meskipun sudah ada kebijaksanaan “Injeksi hanya diberikan bila ada indikasi”, tetapi sering kali pemberian injeksi digunakan untuk menaikkan pendapatan Puskesmas atau tidak ada pilihan lain dari pada pasien pindah ke tempat lain.
Dari hasil survei Max J. Herman (1997) ternyata dari 20 Puskesmas di 2 kabupaten di Sumatera Barat rasio penggunana injeksi hanya 0,3%, tetapi di Jawa Timur rasio penggunaan injeksi 67% sangat tinggi.
Menurunkan penggunaan injeksi yang berlebihan adalah merupakan tanggungjawab pimpinan Puskesmas.
Pencegahan efek samping penggunaan injeksi (1).
1.      Penularan HIV atau hepatitis B dari pasien satu ke yang lain dicegah dengan cara penggunaan alat suntik sekali pakai.
2.      Pencegahan terjadinya abses pada bekas suntikan adalah dengan memastikan bahwa alat suntik  benar-benar steril; pemotong ampul dan tutup ampul harus dibersihkan dengan desinfektan atau disterilkan.
3.      Setelah pemberian suntikan pasien harus dimonitor selama 30 menit untuk mengamati terjadinya gejals syok yang meliputi terasa dingin, berkeringat, pucat, keringat dingin, cemas, detak jantung cepat, sukar bernafas dan hilang kesadaran. Bila gejala ini ada segera suntik dengan adrenalin (dewasa ½ ml, anak-anak ¼ ml), obati pasien syok diberi antihistamin dengan dua kali dosis normal. Monitor pula pasien yang sering mengalami abses pada bekas suntikan.
4.      Alat suntik dirusak segera setelah dipakai dan buang (bakar atau ditanam) agar tidak dijual atau dipakai lagi. Jelaskan pada pekerja kesehatan dan pesuruh muda bahaya penggunaan alat suntik bekas dapat ketularan penyakit Hepatitis B dan HIV/AIDS.

PENGGUNAAN INJEKSI YAGN BERLEBIHAN


Salah satu penggunaan yang penting injeksi adalah untuk immunisasi pada anak-anak. Para petugas kesehatan harus merusak alat injeksi setiap kali habis menginjeksi. Hal ini untuk mencegah penularan penyakit dan agar alat injeksi tersebut tidak digunakan lagi.
Bilamana pengobatan yang harus/tidak menggunakan injeksi seperti yang tertera di bawah ini (1).









Harus menggunakan injeksi
Tidak harus menggunakan injeksi
1.      Obat yang penggunaannya hanya dengan injeksi
2.      Bila pasien sering muntah atau tidak sadar
3.      Dalam keadaan darurat misalnya pnemonia parah, infeksi setelah melahirkan, keracunan bisa ular, meningitis, reaksi alergi yang parah, sipilis dan gonorhou.




1.      Jangan diberi suntikan bila penyakit tidak memerlukan pertolongan cepat.
2.      Jangan diberi suntikan bila penyakitnya tidak parah
3.      Jangan diberi suntikan pada pasien batuk & flu
4.      Jangan diberi injeksi bila pedoman pengobatannya tidak menggunakan injeksi
5.      Jangan diberi injeksi kecuali anda tahu semua pedoman pengobatannya.

Komplikasi injeksi yang tidak aman

Injeksi vaksinasi atau pengobatan dapat aman bila menggunakan alat injeksi yang steril dan tajam. Komplikasi injeksi yang tidak aman dapat menimbulkan infeksi dan tidak infeksi.
Komplikasi infeksi hepatitis B dan C, HIV, disebabkan menggunakan alat injeksi berulang-ulang seperti demam berdarah dan malaria atau efek samping langsung dari alat injeksi yang tidak steril seperti abses, septisimia dan tetanus. Komplikasi tidak infeksi keracunan atau syok anafilaksi.
Pemberian transfusi pada penderita AIDS di Amerika menimbulkan kasus penularan HIV pada petugas karena kecelakaan jarum melukainya, terjadi hampir / kasus (0,35%) dari 286 kejadian. Bila jarum transfusi digunakan berulang-ulang terjadinya kasus akan meningkat 10 kalinya (3,5%) 1)
Penularan hepatitis B dan C dapat terjadi bila menggunakan alat dialisis yang sudah tertular oleh vial heparin yang tercemar. Vial heparin tertular dari jarum injeksi yang digunakan berulang-ulang.
Bahaya lain adalah paralisis trauma disebabkan poliomilitus, injeksi yang tidak perlu dan BCG limfadenitis. Efek samping lainnya adalah penggunaan dosis obat yang kurang tepat atau over dosis, serta petugas yang kurang terlatih.

Injeksi yang aman (1)(2)
1.      Jelaskan pada pasien resiko pemberian injeksi dengan alat yang kotor, yakinkan pada pasien bahwa pemberian oral lebih aman dan efektifitasnya sama
2.      Jarum dan alat injeksi keduanya dapat terinfeksi Jangan !  gunakan lagi jarum dan alat injeksi yang tidak steril.
3.      Jangan mengemas kembali jarum alat injeksi sekali pakai, alat ini harus langsung dirusak dan dibuang.
4.      Sterilkan jarum dan alat injeksi pakai ulang selama 20 menit.
5.      Gunakan indikator TST untuk menuju proses sterilisasi
6.      Suntik di tempat yang benar, resiko kerusakan syaraf, bila anak atau orang dewasa disuntik di pantat terlalu dalam.
Untuk meminimalkan resiko injeksi, para petugas kesehatan seharusnya mendapat pelatihan pemberian injeksi yang aman dan menggunakan alat injeksi sekali pakai.

PEMILIHAN ALAT INJEKSI (1) (2)
Ada beberapa jenis alat injeksi, sebagai berikut :
1.      Alat injeksi berulangkali pakai
Alat ini jaman dulu dibuat dari kaca tetapi sekarang dibuat dari plastik (kwalitas tinggi) dengan alat semprot dan jarum dibuat dari stainles steel dapat digunakan selama 50 sampai 200 kali injeksi. Setiap selesai digunakan untuk injeksi, jarum harus dilepaskan dengan pingset jangan dengan jari masukan dalam air dan disterilkan dengan alat sterilisasi uap selama 20 menit pada suhu 121-126°C.
Indikator sterilisasi disebut Time, Steam and Temperature (TST) atau lama, uap dan suhunya tepat. Sterilisasi uap dapat mematikan virus, bakteria dan spora, termasuk penyebab abses, tetanus, hepatitis B, C dan HIV.
Bila jarum sudah tumpul atau rusak jangan digunakan lagi. Jangan mengasah jarum suntik.
Dari hasil pengamatan WHO penggunaan alat injeksi berulangkali pakai yang hanya diganti jarumnya saja ternyata di daerah endemik HIV masih menularkan HIV. Demi menjaga keamanan petugas harus mengganti alat suntiknya setiap ganti pasien.

2.      Alat suntik sekali pakai
Alat suntik sekali pakai disterilisasi oleh pabriknya. Sterilisasi dijamin sampai waktu daluarsa, jangan membuang alat suntik sekali pakai di sembarang tempat atau jangan mengemas kembali alat suntik tersebut agar tidak digunakan atau dibuat mainan oleh anak-anak, seharusnya setelah menggunakan alat suntik sekali pakai dirusak dan segera dibuang setelah habis kerja. Di suatu saat akan dianjurkan di Puskesmas untuk menggunakan alat suntik sekali pakai karena lebih praktis.

3.      Alat injeksi Auto-Destinct
Alat injeksi ini setelah satu kali pakai otomatis rusak dan disterilisasi oleh pabriknya. Alat ini pada umumnya digunakan untuk program immunisasi agar aman. Ukuran alat injeksi ini adalah 0,5 ml sesuai standar WHO program imunisasi vaksin kecuali BCG.
4.      Jet injector (Penginjeksi Jet)
Jet injector digunakan untuk immunisasi dengan tekanan tinggi menggunakan sistem kompresi. Alat ini digunakan di klinik sewaktu kampanye immunisasi. Keuntungan utama alat ini dapat digunakan untuk beberapa kali. Akan tetapi belum diketahui dengan pasti apakah dapat menularkan hepatitis B atau HIV. Tetapi kenyataannya WHO tidak lagi menyarankan untuk menggunakan alat ini.

Cara perawatan dan pembuangan alat injeksi

1.      Sediakan tempat untuk jarum dan alat injeksi berulang-ulang kali pakai, setelah menginjeksi lepaskan jarum dengan pingset masukkan masing-masing kewadahnya, kemudian disterilisasi. Bila jarumnya tumpul harus dibuang.
2.      Disediakan tempat pembuangan alat injeksi sekali pakai, Auto-destruch dan alat injeksi lainnya setelah selesai kerja langsung dibakar atau ditanam sedalam 0,5 m.

PERSIAPAN PEMBERIAN INJEKSI

Hampir semua petugas kesehatan mendapat pelatihan pemberian injeksi yang aman. Dibawah ini adalah bagaimana persiapan pemberian Injeksi bila tidak ada dokter (1).

Cara sterilisasi jarum suntik (1)(2)
1.       Masukkan alat suntik dengan pingset ke dalam air mendidih dan didihkan selama 20 menit
2.       Tuangkan air tanpa menyentuh alat suntik dan jarum
3.       Gunakan pingset untuk memasang jarum ke dalam alat suntik
4.       Bersihkan ampul dengan air suling dan pecahkan ampul
5.       Isi alat suntik dengan obatnya, hati-hati jangan sampai jarum menyentuh bagian luar ampul.
6.       Bila obat berupa serbuk dalam vial, bersihkan tutup karet dengan kapas yang dibasahi alkohol atau air suling
7.       Suntik vial dengan air suling dan kocok sampai obat lasut.
8.       Isi jarum suntik dengan obat
9.       Tegakan jarum suntik dan keluarkan semua udara.

Perhatian : Hati-hati jangan menyentuh jarum suntik dengan segala sesuatu walaupun dengan
                  kapas yang dibasahi alkohol.
                  Gantilah jarum bila tersentuh tangan atau barang lainnya dan didihkan kembali.

Dimana yang disuntik (1)
                                                          - Sebaiknya disuntik di atas pinggul
 seperti terlihat pada gambar 1.
                                                                   - Jangan menyuntik pada kulit yang
                                                                     terinfeksi atau ruam kulit.
                                                                   - Jangan menyuntikk anak yang ber-
                                                                     umur di bawah 2 tahun diatas
                                                                     pinggul. Suntiklah ia di paha atas
             Gambar 1                                        bagian luar.

Bagaimana cara menyuntik (1)
1.          Bersihkan kulit dengan sabun dan air atau alkohol, untuk menghindari rasa sakit pastikan benar bahwa alkoholnya sudah kering
2.          Tusukkan jarum, kerjakan dengan gerakan cepat untuk mengurangi rasa sakit.
3.          Setelah jarum ditusukkan, pompa ditarik untuk melihat apakah jarum masuk ke pembuluh darah, bila masuk ke pembuluh darah pindahkan.
4.          Bila tidak ada darah masuk, muntahkan obat pelan-pelan.
5.          Cabut jarum dan bersihkan kulit kembali
6.          Setelah selesai cuci alat suntik dengan air, sterilkan alat suntik sebelum digunakan kembali
7.          Sebaiknya menggunakan alat suntik sekali pakai karena lebih aman tetapi harganya sekitar Rp. 3.000,-

Praktek yang berbahaya (1)(2)
Di beberapa negara, sterilisasi alat suntik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tidak selalu baik.
Ada beberapa kesalahan, sebagai berikut :
1.      Menggunakan jarum dan alat suntik yang telah digunakan
2.      Jarum suntik diganti setiap penyuntikan, sedangkan alat suntiknya sama.
3.      Tidak merusak alat suntik sekali pakai setelah digunakan
4.      Mendidihkan alat dan jarum suntik kurang dari 20 menit
5.      Airnya tidak sampai mendidih
6.      Mendiamkan alat dan jarum suntik dalam air mendidihdan diambil bila diperlukan,setelah digunakan dikembali lagi.
7.      Membersihkan alat dan jarum suntik dengan alkohol atau desinfeksi lainnya meskipun disterilisasi.
8.      Tidak mencuci alat jarum suntik sebelum di sterilisasi
9.      Tidak memisahkan alat suntik dan jarumnya sebelum disterilisasi
10.  Menyimpan alat dan jarum steril di tempat yang tidak steril.

Hal yang harus diperhatikan

Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian obat secara suntik, sebagai berikut :
1.      Harus diketahui benar reaksi obat yang akan timbul dan jelaskan hal yang harus diperhatikan sebelum injeksi
2.      Hindari pemberian obat secara suntik pada anak-anak kecuali imunisasi
3.      Jelaskan pada pasien bahaya pemberian obat secara injeksi dan sarankan pemberian obat secara oral.
4.      Hindari pemberian senyawa obat yang sama pada pasien yang pernah mengalami alergi.
5.      Tanda-tanda alergi meliputi ruam kulit diserta gatal, bengkak dimana-mana, sukar bernafas, tanda-tanda syok, pusing diikuti mual, gangguan penglihatan, telinga berdering, ketulian, nyeri punggung dan sukar kencing.
6.      Injeksi penisilin sering menyebabkan reaksi yang parah dianjurkan untuk diberikan secara oral.
-          Tanyakan apakah pasien pernah alergi terhadap obat tersebut
-          Sebelum injeksi sediakan satu ampul adrenalin
-          Setelah injeksi pasien harus tinggal selama 30 menit
-          Bila pasien berubah menjadi pucat, detak jantung sangat cepat atau sukar bernafas atau mulai lemas. Segera suntik dengan setengah ampul adrenalin dan untuk anak-anak sepertempat ampul dan bila perlu suntikan diulangan dalam 10 menit.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemberian obat secara injeksi masih sangat diperlukan, misal untuk pemberian obat pada pasien yang tidak dapat menelan obat atau imunisasi. Dari hasil pengamatan WHO penggunaan obat suntik di pusat pelayan kesehatan masih berlebihan, karena permintaan pasien.
Dalam rangka untuk mengurangi penggunaan obat suntik yang diminta oleh pasien di Puskesmas, dilakukan tindakan, sebagai berikut :
1.      Jelaskan pada pasien resiko penggunaan jarum suntik, misalnya :
-          Dapat menularkan penyakit hepatitis B dan AIDS
-          Dapat menimbulkan reaksi alergi yang parah

-          Dapat menimbulkan abses bila jarum suntik tidak steril
2.      Jelaskan pada pasien penggunaan obat per oral lebih aman dan khasiatnya sama dengan suntikan
3.      Setiap pasien yang meminta suntikan diharuskan membeli jarum suntik sekali pakai sendiri
Dilakukan simulasi antar group tentang bahaya penggunaan obat dengan cara suntik.
Dalam rangka menjaga keamanan para petugas kesehatan harus dilatih dan ditingkatkan pengetahuannya tentang :
1.      Bagaimana cara menyiapkan sterilisasi alat dan jarum suntik.
2.      Dimana tempat yang baik untuk disuntik
3.      Bagaimana cara menyuntik yang baik
4.      Apa yang harus diperhatikan sewaktu menyuntik
5.      Menghindari kesalahan selama proses penyiapan sampai penyuntikan pada pasien.
6.      Merubah prilaku pasien agar tidak mengenangi pemberian secara suntik.

DAFTAR PUSTAKA


1.         UNICEF, Guidelines on the Rational use of Drugs in Basic Health Services, The Prescriber, No. 15th, May 1998.
2.         WHO, Injectable Contraceptives – Sterilization Alert, New Flash, October 1987.
3.         Herman, Max J., Determination of some Indicators of Pharmaceutical Management at 20 Puskesmas in West Sumatera, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia no.11, 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar