Sabtu, 30 April 2011

ALASAN PEMBUATAN JAMU MILLIHERB


ALASAN PEMBUATAN JAMU MILLIHERB
Sriana Azis
Indonesia sebagai negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya, “A Mega Biodeversity Country” dengan luas daratan hanya 1,3 % dari luas daratan dunia, Indonesia mempunyai 14 – 19 tipe ekosistem alami serta lebih dari 5 juta spesies atau 16,7 % dari jumlah yang ada di dunia (KLH, 1994) Dengan kekayaan tersebut Indonesia berpeluang besar untuk menjadi salah satu negara terbesar dalam industri obat tradisional dan kosmetik alami.
             Di  Indonesia ada sekitar 30.000 spesies tanaman yang sebagian besar tersebar di wilayah hutan hujan tropis. Dari spesies tanaman yang ada tersebut lebih dari 3.300 spesies (11%) merupakan tanaman yang mempunyai khasiat obat dan baru 300  spesies yag telah digunakan oleh masyarakat sebagai obat herbal atau jamu.
            Menurut data yang dihimpun oleh Seketariat Convention on Biological Diversity (CBD), pada tahun 2000 penjualan  global obat herbal diperkirakan mencapai nilai US $ 60 milyar . obat herbal telah diterima secara luas  dan semakin popular di dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa 65 % penduduk negara maju mengkonsumsi obat herbal.
             Industri obat tradisional di Indonesia, telah mengalami kemajuan pesat baik dari segi produksi maupun pemasarannya. Hingga akhir tahun 2003 telah terdapat 1.012 industri obat tradisional yang memiliki izin usaha industri, terdiri dari 105 industri berskala besar  dan 907 industri kecil.
Kalau dilihat dari ekspor tanaman obat/obat herbal, maka Cina masih merupakan negara pengekspor terbesar disusul oleh Amerika (USA) dan India. Ironis sekali, Indonesia yang merupakan negara ke dua setelah Brasil berada pada posisi ke 19 dan ke 21 pada tahun 1999.  Pada  tahun 2002 posisi ekspor turun menjadi ke 31 Indonesia tertinggal jauh bila dibandingkan Singapura menduduki posisi 8 pada tahun 1999 dan pada posisi 5 pada tahun 2002, meskipun Singapura boleh dikatakan tidak mempunyai sumber alam.
            Kecendrungan ini meningkat disebabkan oleh perubahan lingkungan hidup, perilaku manusia, perkembangan pola penyakit, obat modern tidak dapat meyembuhkan sebagian besar (70 %) penyakit, terutama penyakit bawahan, kronis , degeneratif, virus dan kanker, serta adanya efek samping obat kimia.
MILLIHERBS, atau Jamu MILLIHERBS, sudah menunjukkan karakter obat tradisional yang berkembang pesat, sekalipun masih ditingkat awal; yang pertama oleh karena MILLIHERBS sudah dipatenkan, terdaftar pada Badan POM,  dapat menyembuhkan penyakit akut dan kronis dengan harga murah, aman, dan alami. MILLIHERBS diformulasi dari campuran lebih besar dari 30 jenis sayuran, rempah dan tanaman obat Indonesia  sehingga berdosis kecil.
Hipoteses cara kerja MILLIHERBS adalah dosis kecil,  sinergistik, aktif faktor untuk meningkatkan keseimbangan tubuh dan memperbaiki fungsi sel. Ternyata dari uji kasus dan observasi keberhasilan mencapai lebih besar dari 90 %, kegagalan disebabkan oleh karena putus obat. Rekayasa pembuatannya mengikuti cara produksi obat tradisional yang baik, dengan memperhatikan sanitasi-higieni tempat pembuatannya. Sudah digunakan pengobat, dokter dan dokter spesialis (penyakit dalam , kulit & kelamin) sebagai sarana pengobatan alternatif dalam penyembuhan berbagai jenis peyakit.
Pembuatan JAMU MILLIHERBS untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat di dunia bahwa tanaman obat Indonesia berkualitas dan menanggapi tantangan selogan “jamu menjadi tuan rumah di Indonesia dan tamu di luar negeri”. Tanaman obat Indonesia banyak digunakan dan dibudidaya di luar negeri (Amerika, Eropah dan Cina) tetapi diabaikan di negeri sendiri. Produsen jamu cendrung menggunakan bahan baku dari luar negeri misalnya glinkobiloba dapat diganti oleh  bunga teleng,  pegagan, dan atau bluntas. Ekhinase dapat diganti oleh pegagan, pace, dan atau meniran. Ginseng dapat diganti oleh gingseng jawa dan atau purwoceng  atau pasak bumi.
Saran; peraturan pemerintah ditingkatkan dan mempromosikan penggunaan racikan jamu empirik  di pelayanan kesehatan.
Telah diketahui khasiat empiris dan hasil uji pra klinis suatu tanaman berracun. Missal mahkota dewa Ld 50 kulit buah 38,5 mg pada mencit dengan dosis lazim 67 % dari Ld 50 atau bila mengkonsumsi sehari 3 kali 1 kapsul jadi mengkonsumsi 200 % dari Ld 50, Ld 50 adalah lethal doses 50 adalah dosis bila dikasihkan ke mencit maka 50 % mencit mati semua.
Perhatian; Pilihlah jamu yang tidak mengandung tanaman beracun karena efek sampingnya dapat mengganggu kesehatan. Perlu penetapan dosis oleh pemerintah.
Penggunaan daun katuk sebagai pelancar ASI, pernah terjadi epidemik keracunan daun katuk di Taiwan dan Amerika pada tahun 1995 dengan gejala bronkiolitis obliterasi ringan sampai parah atau kerusakan paru permanent, gejala efek samping terlihat setelah mengkonsumsi 2 – 7 bulan. Terjadi kasus keracunan ini pada tahun 2005 pada seorang ibu dan anaknya (di Lampung) selalu sakit batuk parah, setelah ibu mengkonsumsi  daun katuk  selama kehamilan sampai menyusui anaknya. Kemungkinan banyak kasus lain  tetapi belum diteliti oleh pemerintah.
 Saran: kalau mau menggunakan daun katuk  dosis lebih kecil dari 25 gr  dan dimasak terlebih dahulu. Pemanasan dapat mengurangi daya racun daun katuk. Penambah ASI lainnya adalah kacang-kacangan, susu, madu, minuman manis, jus buah dan lain-lain. Pemberian ASI secara intensif 6 bulan pertama memperlancar  air susu atau setiap anak menangis disusui untuk merangsang keluarnya ASI.
Perhatian; Perlu penelitian efek samping daun katuk pada bayi lebih lanjut oleh pemerintah.
Pernyataan jamu dapat mengendap di ginjal itu hanya mitos, dari hasil penelitian di RSU Dr SUTOMO Bagian Obat Tradisional ternyata setelah 5 tahun menggunakan obat tradisional ternyata keberhasilan  pengobatan dengan obat herba untuk gangguan ginjal paling tinggi dan dinyatakan bahwa secara patologis tidak ada kerusakan pada ginjal dan hati. Penelitian ini didukung penelitian pra klinis dari Jepang yang menyatakan bahwa obat herba dapat memperbaiki fungsi ginjal, karena sebagai diuretik tetapi tidak mengeluarkan mineral dan protein. Sedangkan obat konvensional (modern) sebagai diuretik akan mengeluarkan mineral dan protein, sehingga penyakit ginjalnya tidak dapat sembuh sampai gagal ginjal
Saran Promosi dan peningkatan kurikulum obat tradisional di Fakultas Kedokterandan Farmasi. Promosi kepada masyarakat tentang pemanfaatan obat tradisional. Penelitian lebih lanjut oleh pemerintah tentang uji klinis jamu  untuk ginjal.
Sering kali timbul tanaman obat tradisional tertentu mengisi pangsa pasar tinggi (booming) dan akan segera berlalu. Missal Pace tahun 1995 – 2004,  pada tahun 2000 mahkota dewa  , buah merah, virgin oil dan jinten hitam. Pace, buah merah, virgin oil dan jinten hitam tidak beracun, gunakan sesuai dosis.  Sedangkan Mahkotadewa jangan digunakan karena beracun.
Saran; Pemerintah mengadakan penelitian yang menyeluruh untuk tanaman obat yang sedang booming dan menentukan dosis maksimal untuk tanaman obat yang beracun.
Perhatian; formulasi empirik lebih berkhasiat dari pada bentuk tanaman obat tunggal. Missal Cabe-puyang lebih berkhasiat dari pada Puyang (Kunir, temulawak, kunir putih, bengle dll). Dari hasil pra klinik ternyata bila 100 gr puyang diberikan pada tikus tidak berkhasiat untuk mencegah tumor. Tetapi  setelah diberi cabe 1 % (cabe jawa) menjadi berkhasiat .Khasiat ini terjadi pada jam pertama dapat meningkat sampai 2000 kali lipat. Hal ini terjadi karena  kelarutan zat berkhasiat dalam air meningkat. Jadi campuran tanaman obat dapat meningkatkan khasiat.
Perkembangan obat tradisional global maju dengan pesat. Badan Kesehatan Dunia (WHO) sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan obat tradisional, terutama untuk negara berkembang, dengan memberikan arah kewibawaan dan pertunjukan tata laksana pengelolaan obat tradisional. Negara berkembang dengan keterbatasan kemampuan ekonomi, tidak banyak dapat memanfaat obat jenis farmasetika, dengan segala paksaan lebih banyak memanfaatkan obat tradisional, yang sudah lama dikenalnya dan memang sangat terjangkau memenuhi kebutuhan pengobatan, tatkala menghadapi masalah kesehatan untuk dirinya atau pun keluarganya.
Pemanfaatan obat tradisional cepat meluas seluruh dunia; tidak hanya di negara maju saja, tetapi juga diberbagai negara berkembang yang tergabung dalam negara selatan. Perhatian dunia terhadap obat tradisional sudah menjangkau konsepsi perlindungan dan promosi untuk mengerakkan hak kepemilikan intelektual, atau paten, dan mengingatkan negara berkembang, suatu resiko yang harus dihadapi negara berkembang.
Obat tradisional mencakup pengetahuan dan praktek pengobatan, tertulis atau disampaikan lisan, dari tutur kata mulut ke mulut, dengan penyebarannya dengan luas atau terbatas. Jika, tertulis pengetahuan obat tradisional dan praktek pengobatannya dapat tersebar kemana-mana, tanpa batas; tetapi sebaliknya, jika penyampaiannya dari tutur kata mulut ke mulut dengan lisan, penyebarannya menjadi sangat terbatas, dan hanya dalam masyarakat dimana obat tradisional itu dikembangkan.
Indonesia mengenal jamu, obat asli, dan obat tradisional. Dari jamu, dapat disebutkan jamu Jawa dan jamu Madura. Obat asli dikenal dengan menyebutkan nama daerah; misalnya, obat asli Riau, obat asli Melayu, dan obat asli suku terasing. Obat tradisional disebutkan dalam perundangan. Dan belakangan ini, oleh karena nyata memang dibuat dari tumbuhan, disebut obat tanaman atau jamu atau obat herbal, atau obat herba.
Semula jamu dibuat dari ceraken (simplisia/herba) diambil dari tumbuhan, hewan, dan mineral. Tentang tanaman dan hewan yang lazim digunakan untuk jamu, sudah banyak orang tahu, tetapi ceraken mineral, masyarakat sekarang tidak lagi mengenalnya. Mungkin oleh karena beracun, cerakan mineral tidak lagi lazim digunakan untuk jamu; untuk sekedar contoh, dapat disebutkan misalnya terusi, belerang, tunjung, dan yang sangat beracun juga digunakan, terutama warangan. Beda dengan jamu, biasanya obat asli dibuat dari tanaman.
Perhatian bahan mineral kapur tidak beracun dan dengan formula yang tepat dapat membuka kesempatan mendapatkan hadiah nobel.
Jamu digunakan dukun untuk praktek pengobatan dan kecantikan; maka, dapat disebutkan, misalnya jamu tolak angin, jamu sariawan, parum, jamu bersalin, penyegar (tonikum), jamu lancar seni , dan jamu lancar buang air besar (laksan); untuk kecantikan dapat disebutkan misalnya, lulur, mangir, galihan singset, dan jamu galian putri; biasanya disajikan dalam bentuk jamu racik, rebusan, seduhan, dan luluran.
Obat asli seperti obat asli Riau, obat asli Melayu, dan obat asli Kalimantan tidak terlalu popular dan digunakan oleh masyarakat luas dan praktek dukun dalam pengobatan penyakit; tidak banyak catatan dan pengetahuan tertulis, kecuali tercantum dalam karya ilmiah untuk mengangkat masalah obat asli tersebut.
Pemilihan bahan alam untuk ceraken, terutama tumbuhan, didasarkan atas filosofi hubungan penyakit dan sakit dengan obat, antara lain mengatakan; “ Obat dan sakit atau penyakit menunjukan kekhasan ciri yang timbal balik; sakit yang dikaitkan ketampakkan warna, diobati dengan ceraken warna sesuai sakitnya ”. Dari filosofi itu, sakit menunjukan warna merah seperti darah dan pendarahan, maka digunakan ceraken warna merah pula; misalnya, sambang darah dan remuk getih, digunakan untuk gangguan haid; begitu pula, sakit kuning diobati dengan semut geni/api (kuning), rebung bambu kuning, dan temu lawak atau kunyit (kuning).
Banyak orang pendapat menyatakan bahwa, jamu masih bersifat pengetahuan semu dan kebenaran pemanfaatan pengobatannya masih belum terbukti. Sebenarnya orang itu lupa, sekitar 25 % farmakon, farmasetika, atau obat modern berasal dari ceraken; katakana misalnya pule pandak, ma huang (efedra), digitalis, kecubung, kelembak, dan tunjung (ferum(II) sulfat dan garam inggris (magnesium sulfat).
Kesempatan untuk menemukan formula modern dan formula obat tradisional untuk menyembuhkan penyakit tertentu, lebbih cepat obat tradisional karena biaya penelitiannya lebih murah.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar