Sabtu, 30 April 2011

KAJIAN PERDAGANGAN PALA (Myristica fragrans)


KAJIAN PERDAGANGAN  PALA (Myristica fragrans)

S.R.Muktiningsih, Sriana Azis,  Max.J.Herman,
Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional, Badan Litbang Kesehatan-DepKes RI

Abstrak
          Sejarah telah membuktikan bahwa sejak abad XV Indonesia, khususnya daerah tertentu seperti Sulawesi Utara, Maluku dan NAD, merupakan produsen produk pala terbesar di dunia dan sampai saat ini pasokan pala dunia dari Indonesia masih mencapai 60 %.
          Pala di Indonesia sendiri hanya digunakan untuk konsumsi baik sebagai manisan pala dan bumbu. Penggunaan lain baik seperti minyak untuk balsem masih terbatas, sedangkan di luar negeri pengggunaan produk pala lebih luas.  Selain untuk konsumsi pala juga digunakan dalam pembuatan trimiristin yang merupakan bahan baku asam miristat dan mirisitil alcohol yang sangat banyak digunakan dalam industri kosmetika.
          Data impor pala Amerika menunjukkkan bahwa ketergantungan pada pala dari Indonesia sangat tinggi, khususnya untuk penggunaan industri. Oleh karena itu diharapkan dukungan pemerintah untuk budidaya dan pengembangan produk pala. Di samping itu harga trimiristin menjanjikan suatu keuntungan besar untuk produksi asam miristat dan miristil lcohol bila didapatkan teknik produksi dengan biaya memadai.   

Kata kunci : pala, perdagangan produk pala














PENDAHULUAN

Pohon pala adalah pohon yang rimbun dengan tinggi sampai 18 m, daun berbentuk bundar telur dan bunga keluar dari ketiak daun dengan warna kuning terang, bunga jantan dan betina terpisah. Buah pala berbentuk bulat-panjang dengan warna kekuningan yang kemudian berubah menjadi merah tua dan berbau wangi.
Pada mulanya kepulauan Banda merupakan pertamanan pala bermutu, kemudian menyebar ke kepulauan Sangir dan Talaud, serta Sumatera Selatan, Bengkulu dan Bogor. Buah pala tumbuh baik di daerah dengan curah hujan tinggi dan pada suhu 25 - 30° C. Sejak abad ke XV Maluku sudah terkenal sebagai penghasil rempah-rempah termasuk pala. Kepulauan Banda pernah terkenal sebagai penghasil pala berkualitas dunia. Perdagangan pala dan fuli tercatat mengalirkan keuntungan besar pada pundi-pundi orang Belanda (1).
Buah pala terdiri dari 77,9 % daging buah, 5,1 %tempurung dan 17 % biji. Bagian buah yang bernilai ekonomi cukup tinggi adalah biji pala dan fuli (macis) yang dapat dijadikan minyak pala. Daging buah pala dapat digunakan untuk manisan, asinan, dodol dan sirup pala (2).
Indonesia merupakan negara pengekspor biji pala dan fuli terbesar di pasaran dunia, sekitar 60 %, dan sisanya dari negara lain seperti Granada, India, Srilangka dan Papua New Guinea. Berdasarkan data Ditjen Perkebunan tahun 2000 produksi pala Indonesia sebesar 18,95 ribu ton. Produksi relatif stabil dan cenderung meningkat sejak tahun 1994 yang berkisar antara 19,00 – 19,95 ribu ton per tahun (2). Berdasarkan data FAO (Food Agriculture Organization) sejak tahun 1990 Indonesia mengekspor 15.800 ton pala dan berkisar 7.500 – 10.000 ton kayu manis per tahun (3).
Dalam upaya meningkatkan perdagangan pala sebagai komoditi rempah-rempah, makanan dan obat dengan nilai ekonomi tinggi, masalah informasi pemanfaatan pala baik sebagai rempah, makanan ataupun sebagai obat masih belum terlihat, kemungkinan disebabkan terbatasnya biaya produksi.
Kajian ini bertujuan untuk mensosialisasikan pemanfaatan pala sebagai makanan dan obat agar pemanfaatan pala meningkat di Indonesia maupun di luar negeri, sehingga dapat meningkatkan produksi pala sebagai rempah, makanan, dan obat. Kajian ini mencakup sejarah perdagangan pala, pemanfaatan buah pala dan perdagangannya, jumlah impor pala ke Amerika serta pengembangan produk pala. Data diperoleh dari penelusuran bahan rujukan baik dari buku, hasil penelitian, maupun dari internet.

SEJARAH PERDAGANGAN PALA
Pala berasal dari Kepulauan Maluku, pada saat ini telah ditanam di beberapa negara tropis. Pala dibawa oleh orang Hindu ke India dan digunakan disana sebagai rempah dan obat. Tumbuhan ini ditanam di kebun dan tempat lain pada ketinggian sekitar 1000 m (4).
Kepulauan Maluku terkenal sebagai penghasil rempah-rempah yang diperdagangkan ke India, Cina sampai ke Arab dan Eropa. Dalam rangka mencari rempah-rempah bangsa Portugis pada tahun 1611 membangun benteng di Pulau Ternate dan memonopoli perdagangan cengkeh. Bangsa Portugis dianggap akan menguasai harta karun Kepulauan Maluku, maka pecahlah konflik bersenjata dengan Portugis. Setelah itu  Portugis dikenai pajak lebih  tinggi dibandingkan penduduk asli, sehingga penduduk dapat bersaing dengan pedagang dari Eropa. Bangsa Belanda sampai ke Kepulaun Maluku tahun 1598 dan setelah Belanda menguasai Maluku, Kepulauan Maluku diratakan dengan tanah serta ribuan penduduk dibunuh terutama di kepulaun Banda, selanjutnya Bangsa Belanda yang memonopoli perdagangan rempah-rempah 5).
Inggris berkuasa di kepulauan Maluku dalam waktu singkat selama perang Napoleon, tetapi aturan Belanda telah diperbaiki pada tahun 1814 yang membatasi hanya sampai tahun 1863 yang mewajibkan pengolahan rempah dan telah berakhir. Sekarang ikan dan produksi laut lainnya merupakan sumber utama dari penghasilan Maluku, tetapi nikel dan minyak serta kayu ikut menyumbangkan hasil untuk kekayaan propinsi ini 5)
Sejak abad ke XV Maluku telah masyhur sebagai penghasil rempah dan kepulauan Banda pernah terkenal sebagai produsen pala berkualitas dunia. Sewaktu Belanda berkuasa pohon cengkeh dikurangi agar produksinya tidak melebihi permintaan untuk mendukung monopoli perusahaan dagang Belanda, VOC (Verenigde Oost Compagnie). Perdagangan pala dan bunga pala (fuli) mengalirkan keuntungan deras ke tuan tanah asal Belanda dan bangunan indah di kepulauan tersebut (1).

PERDAGANGAN  PALA
            Permintaan ekspor terhadap produk dari pala dari Indonesia yang terbesar adalah biji pala kering (nutmeg in shell dan nutmeg shelled), fuli (mace) dan minyak pala (essential oil of nutmeg). Permintaan pasar terhadap produk pala ini cukup baik, khususnya permintaan biji pala tanpa cangkang yang terus mengalami peningkatan. Permintaan terhadap fuli dan minyak pala relatif stabil pada periode antara tahun 1996 – 2000. Volume dan nilai ekspor beberapa produk pala dapat dilihat pada Tabel 1 sedangkan daerah produksi pala di Indonesia pada Tabel 2 (6).
            Tabel 1. Volume dan nilai ekspor produk pala pada tahun 1996 – Maret 2001
Tahun
Satuan
Biji
Pala t.c.*
Fuli/mace
Minyak
Nilai (US $)
1996
Berat /kg
1.403.640
5.570.768
1.259.372
216.581

Nilai US$
1.007664
8.380.719
4.082.962
3.105.894
17.277.239
Harga/kg
1,22
1,51
3,24
14,34

1997
Berat /kg
1.113.297
5.136.093
1.58.311
209.513

Nilai US$
1.587.152
9.371.007
5.065.976
3.778.535
19.782
Harga/kg
1,67
1,83
4,37
18,03

1998
Berat /kg
2.967.260
4.683.493
1.634.252
382.100

Nilai US$
5.197.590
13.519184
9.997.225
10.014.413
38.782.412
Harga/kg
1,75
2.,9
6,18
26,21

1999
Berat /kg
1.752.875
6.002.785
1.700372
383.725

Nilai US$
4.226.430
24.534996
10.316.131
10.046.165
49.123.722
Harga/kg
2,41
4.09
6.07
26.18

2000
Berat /kg
1.101.878
8.071.150
1.284.115
350.244

Nilai US$
2.284.505
39.270.109
7.583.560
9.109.814
58.247.988
Harga/kg
2,07
4,87
6,05
25,99

2001 s/d Maret
Berat /kg
315.464
908.947
432.690
109.734

Nilai US$
738.057
3.064.102
1.308.102
3.202.053
8.543.095
Harga/kg
2,34
3,37
3.02
29,18

Sumber : Deperindag 2001
      Berdasarkan data tersebut di atas dapat terlihat bahwa perkembangan volume permintaan produk pala Indonesia dari tahun 1996 – 2000 terutama biji pala tanpa cangkang yang meningkat dari l.k. 6.000 ton menjadi 8.000 ton dengan nilai l.k. 8 juta USD menjadi 40 juta USD. Permintaan untuk biji pala berkulit turun relatif kecil dari 1.500 ton menjadi 1.000 ton, sedangkan permintaan fuli dan minyak pala relatif tetap.
     Jumlah nilai ekspor produk pala pada tahun 1996 kurang lebih 17 juta dolar dan meningkat terus hingga pada tahun 2000 menjadi kurang lebih 58 juta dolar. Pertumbuhan perdagangan produk pala hampir 340 %, berarti mempunyai nilai ekonomi tinggi. Buah pala berproduksi setelah 10 tahun dan berproduksi sepanjang tahun, serta produksinya akan bertambah pada tahun-tahun berikutnya, oleh karena itu diperlukan pengembangan perdagangan dan mensosialisasikan produk pala di dalam negeri ataupun di luar negeri.
     Harga biji, fuli dan minyak pala dipengaruhi oleh harga yang berlaku di pasaran internasional dan kurs rupiah terhadap dolar Amerika. Harga biji pala tanpa cangkang saat ini di pasaran Jakarta adalah Rp. 70.000 per kg. Di Talaud harga biji pala hanya Rp. 14.000,- dan Fuli berkisar antara Rp. 26.000,- - Rp. 30.000,- per kg. 6)




Tabel. 2. Produksi Buah Pala Menurut Daerah Produksi di Indonesia
Propinsi
Luas Areal (Ha)
Hasil produksi (kg) 
1998
1999
2000
1998
1999
2000
Sulawesi Utara
16.965
17.015
17.140
6.750
6.950
7.074
Maluku
16.898
16.964
17.079
4.849
4.999
5.099
Nangroe Aceh D.
11.385
11.435
11.510
4.452
4.602
4.652
Papua
5.430
5.480
5.580
1.176
1.246
1.346
Sulawesi Selatan
2.302
2.352
2.427
448
548
648
Sumatra Barat
2.244
2.294
2.334
365
465
468
Jawa Barat
2.120
2.125
2.155
219
319
419
Sulawesi Tengah
580
630
705
43
68
78
Sumatra Utara
203
208
228
44
59
62
Jawa Tengah
909
914
934
27
43
48
NTT
405
405
405
29
29
29
Lampung
80
80
80
20
25
25
Jawa Timur
9
9
9
4
4
4
Kalimantan Timur
14
14
14
2
2
2
Total Indonesia
59.544
59.925
60.600
18.428
19.359
19.954
Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia (Ditjen Perkebunan 2000)

1 komentar: